tugas puisi
NEGERI YANG TERLUKA
Ibu pertiwi seperti buku yang tergeletak,
lupa tak tersentuh,
dan membiarkan anak negeri berlari dengan senja,
setelah lelah menantang mentari pagi.
Ibu pertiwi seperti Durga yang terbelalak,
melihat tugu yang runtuh,
dan membiaskan rona yang berbusur seroja,
menuju ke pusara yang diguyur doa dan sesaji.
PERJUANGAN TAK PASTI
Teriknya mentari menyentuh kalbu
Tak terasa angin merambah rasa
Hanya terasa peluh merambah jiwa
Ku coba melangkah ke sana
Tak jua ku temukan suatu hal
Ku langkahkan kembali kakiku
Tapi ku masih tak temukan sesuatu itu
Saat ku berhenti tuk bersandar
Ku memohon dan berserah
Apa aku di beri sebuah peluang
Tuk bisa hidup nyaman
Oh tuhan…….
Perjuangan ini sungguh meresahkan
Perjuangan ini sungguh membingungkan
Perjuangan ini tak menemukan jalan
Kaki tak kuat untuk melangkah
Jiwa tak kuat untuk bangun
Hati tak sanggup untuk merasa
Otak tak bisa untuk berfikir
Hidupku……….
Kenapa kau ditakdirkan seperti ini
Hanya berharap dari perjuangan yang tak pasti
Hidup ini terasa sangat membingungkan
1
DIBALIK SERUAN PAHLAWAN
Kabut,
Dalam kenangan pergolakan bumi pertiwi
Mendung,
Pertandakah hujan deras
Membanjiri asa yang haus kemerdekaan
Dia dan semua yang ada menunggu keputusan sakral
Serbu.... Merdeka atau mati.. Allahu Akbar
Titahmu terdengar kian merasuk dalam jiwa
Dalam serbuan bambu runcing menyatu
Kau teruskan bunyi-bunyi ayat suci
Kau teriakan semangat juang demi negeri
Kau relakan terkasih menahan terpaan belati
Untuk ibu pertiwi..
Kini kau lihat,
Merah hitam tanah kelahiranmu
Pertumpahan darah para penjajah keji
Gemelutmu tak kunjung sia
Lindungan-Nya selalu dihatimu
Untuk kemerdekaan Indonesia abadi..
PEMUDA UNTUK PERUBAHAN
Indonesia Menangis
bahkan tercabik
dengan hebatnya penguasanya korupsi
tak peduli rakyatnya mengemis
Kesejahteraan tinggallah angan
keadilan hanyalah khayal
kemerdekaan telah terjajah
yang tersisah hanya kebodohan
Indonesiaku, Indonesia kalian
jangan hanya tinggal diam kawan
mari bersatu ambil peranan
sebagai pemuda untuk perubahan...
2
PAHLAWAN KU
Ohh........ Pahlawan ku
Bagaimana ku bisa
Membalas jasa-jasa mu
Yang telah kau berikan untuk bumi pertiwi
Haruskah aku turun ke medan perang
Haruskah aku mandi berlumurkan darah
Haruskah aku tertusuk pisau belati penjajah
Aku tak tahu cara untuk membalas jasa mu
Engkau rela mengorbankan nyawa mu
Demi suatu kemerdekaan yang mungkin
Tak bisa kau raih dengan tangan mu sendiri Ohh......... pahlawan ku Engkau lah Bunga Bangsa
NEGERI INI
Saat sarafku dipengapkan meja 1/2 biro
Kupahat hatiku itu lagi
Pada prasasti tugu negriku
Agar para pahlawan negri ini
Tak lagi keluhkan sesal
Harus lahir di negri ini
Sudirman-sudirman reformasi
Harus berkembang di negri ini
Sukarno-sukarno reformasi
Harus bangkit di negri ini
Suharto-suharto reformasi
Agar diponegoro tak lagi keluhkan java
Agar wolter monginsidi tak tangisi celebes
Agar Patimura tak sia-siakan maluku
Agar Indonesiaku
Tak lagi tangisanku
3
Cintaku pada negeri ini
warnanya biru
langit luas dalam cengkraman awan gelap
warnanya biru
lautan dan ombak yang tak pernah mesra
warnanya hitam
tanah gersang dan batang pohon yang berderak rapuh
warnanya hitam
luapan lumpur rawa yang menghisap pepohonan
negeri ini tak indah lagi
tanah ini tak hangat lagi
jiwa jiwa merapuh dalam asa yang senyap
karena rumput dan bunga tak lagi bisa teriak, bernyanyi atau mengeluh
namun kakiku berpijak disini
dan menyirami mimpi dengan air mataku
tanah airku adalah pembangun cinta
dan aku adalah jiwa yang ditumbuhkannya
aku mencintai seluruh tanah yang gersang dan retak
seluruh lautan yang senyap oleh ikan yang berlalu
dan saat airmataku tak lagi mampu menumbuhkan harapan darahku mengalir disana untuk sebuah asa kehidupan
Mentari Pagi
Pertiwimu kini tertawa menganak
Menjerit diatas kepuasan
Kasihan darah yang menyatu dengan tanah airmu
Elakkan pengorbananmu
Dimana kobaran merah semangatmu?
Dimana putih suci ketulusanmu?
Pemudamu kini telah pergi
Anak cucumu hanya durhaka
Dia menari dengan malaikat bumi
Jangan menangis untuk hari
Bukti sudah sakit
Kuyakin kasihmu dalam mentari pagi
Tuk memberi arti
Membangunkan perjuanganmu yang mati hati
4
PAHLAWAN
Hai Pahlawan kami,
Kau selalu melindungi kami
Kau telah berjuang untuk kami
Dan seluruh warga-warga dan teman-teman kami
Juga negara demi kami
Seandainya itu semua
Bukan dari pengorbanan yang rela
Dan semangat para pahlawan kita
Maka negara ini akan hancur selamanya
Jadi, terimalah terima kasih kami semua
DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghambat
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
5
SETIAP TERJAGA
Setiap terjaga, ia berkata, "Celaka,
kenapa aku terbangun di tubuh yang sama?"
Tapi tidak. Setiap tidur, sel dalam dagingmu
menggeliat mengupas rupa. Selalu ia merasa
ada yang lekat seperti lendir, membelit,
dan terus membelitnya.
Setiap terjaga, ia berkata, "Celaka,
kenapa aku terbangun di zaman yang sama?"
Tapi tidak. Setiap tidur, waktu dalam dirimu
berderak memangkas dunia. Selalu ia merasa
ada waktu lain bagai gelambir, menjerat,
menjerat, tak henti mengepungnya.
KUTUKAN ITU
Kukatakan takdirku: Mencari.
Akhirnya datang kutukan itu. Kebebasan.
Adakah yang dapat engkau temukan? Tak ada.
Karena memang tak ada makna pada diriku.
Juru bisikku, kaukatakan dunia ini makna.
Kebebasan. Akhirnya datang kutukan itu.
Mencari. Tidakkah engkau budak Tuan Eksistensi?
Sepanjang hari, berabad-abad memikul kata: Makna,
esensi, makna, esensi. Sampai capek. Sampai letih
dalam sajakku. Tapi tak ada. Karena makna, rnemang
hanya pada dirimu. Juru takdirku. Juru takdirku.
Larutkan aku, dalam terali penjara maknamu.
6
SERATUS JUTA
Umat miskin dan penganggur berdiri hari ini
Seratus juta banyaknya
Di tengah mereka tak tahu akan berbuat apa
Kini kutundukkan kepala, karena
Ada sesuatu besar luar biasa
Hilang terasa dari rongga dada
Saudaraku yang sirna nafkah, tanpa kerja
berdiri hari ini
Seratus juta banyaknya
Kita mesti berbuat sesuatu, betapun sukarnya.
SYAIR EMPAT KARTU DI TANGAN
Ini bicara blak-blakan saja, bang
Buka kartu tampak tampang
Sehingga semua jelas membayang
Monoloyalitas kami
sebenarnya pada uang
Sudahlah, ka-bukaan saja kita bicara
Koyak tampak terkubak semua
Sehingga buat apa basi dan basa
Sila kami
Keuangan Yang Maha Esa
Jangan sungkan buat apa yah-payah
Analisa psikis toh cuma kwasi ilmiah
Tak usahlah sah-susah
Ideologiku begitu jelas
ideologi rupiah
Begini kawan, bila dadaku jalani pembedahan
Setiap jeroan berjajar kelihatan
Sehingga jelas sebagai keseluruhan
Asas tunggalku
memang keserakahan.
7
JARAK JUA
Waktu lain untuk kosmos lain. Kosmik lain
untuk tubuh lain. Demikian ia, terus dan terus ke
dagingmu. Kautepiskah, wahai, pikiran itu?
Penunggang siang bebintang malam. Pengendara
langit wewaktu dekam. Akhirnya: kaulangsirkan kami,
di stasiun lain di peron lain. Di kosmos lain, kau gumpal
gumpalkan kami. Seperti dulu atom pernah menangis
nangis membongkah-bongkah jadi materi.
Jadi rongga. Menjadi ceruk menjadi kota. Sesekali,
kaugerus kami. Kami menjerit, meraung-raung memukul
dada. "Jendela! Jendela!" Tapi kosmik. Tetapi kosmik,
telah menjelma jagat raya. Jagat raya! Seperti kini, bila
malam, kami mendongak dan cuma mendongak sebatas
mata. Dunia lain. Waktu lain, untuk tubuh dan daging
lain. Kautepiskah, wahai, jarak dan kesepian ini?
KUTAHU KAU KEMBALI JUA ANAKKU
Saudara-kandungku pulang perang, tangannya merah
Kedua pundak landai tiada tulang selangka
Dia tegak goyah, pandangnya pada kami satu-satu
Aku tahu kau kembali jua anakku
Tiba-tiba dia roboh di halaman dia kami papah
Ibu pun perlahanmengusapi dahinya tegar
Tanganku amis ibu, tanganku berdarah
Aku tahu kau kembali jua anakku
Siang itu dia tergolek ibu, lekah perutnya
Aku tak membidiknya, tapi tanganku bersimbah
Tunduk terbungkuk matanya sangat papa
Kami sama rebah, kupeluk dia di tanah
Kauketuk sendiri ambang dadamu anakku
Usapkan jemari sudah berdarah
Simpan laras bedil yang memerah
Kutahu kau kembali jua anakku
8
NEGARA WAKTU
kau pun lalu berkata, "Hanya ketika waktu tak ada,
kau boleh bilang keabadian engkau yang punya."
Tapi inilah kota — katamu negara — yang tergerus
angan cahaya. Setiap hari bila terjaga, kau bermandi khayal
khatulistiwa. Katamu, "Lihatlah akar menjalar, merucut tumbuh
ke batang tubuh. Atmosfer cair, melengkung rebah ke bingkai air.
Sungai inikah, cemas sejarah, mengalir-bermuara ke laut entah?"
Tapi inilah kampung — katamu negara — yang tercangkul
di ritus tanah. Setiap hari bila terjaga, engkau tercerap, lenyap
ke khayal indah. Katamu, "Lihatlah gedung menjulang, menyundul
awan bagai melayang. Lampu berpendar, berdenyar ke gelung akar.
Beton inikah, cemas sejarah, memanggul-bawa ke zaman entah?"
Mereka pun lalu berkata, "Hanya ketika kau tak ada,
kampung dan kota bagai waktu, akan memisah tak berkira."
PENDATANG
Nanti, ketika aku pergi, akan tiba pendatang lain
dengan kalimat lain. Mungkin mereka jelaskan, segenap
misteri kehidupan; tetapi tidak tentang mereka sendiri. Selalu,
kata mereka, "Ada lampu. Tapi bukan buat disulut dalam diri."
Namun, karena bertetangga, kau senantiasa terus tergoda
untuk tahu tentang mereka. Ada kalanya lupa, tetapi lebih sering
kau saling suruh berbaku-hasut mendesak mereka. Sampai suatu ketika
mereka berkata, "Ada mitos. Tapi semua cuma dongeng tak berguna." Besoknya, terkejut, kausaksikan semua: Puing-puing hangus,
tubuh-tubuh gosong, rumah-rumah rata. Di tengah sangit udara, kau
tiba-tiba ingat kejadian semalam, dan berkata, "Lampu itu! Ada nyala
di dada mereka!" Semua pun lalu menangis. Menangis, sejadi-jadinya
9
REFORMASI
Kucari dan kutelusuri sebuah jalan
Berawal dari jalan sempit yang gelap
Kujalani dan terus melangkah
walau tak tampak penghujung jalan
Kukira hanya satu kali penghujung tahun akan sampai
Tidak juga tampak penghujung jalan
Siapa yang membuat jalan panjang ini
Dengan berbagai macam rintangan
Ada jeritan pilu
Ada kemarahan bak ledakan tak tertahan
Ada mesin-mesin berdentum dan anak-anak manusia bergelimang
para rakyat bergemuruh
Dengan senyum ia mengatakan
Bagus…reformasi harus jalan terus
Segala bidang harus berganti undang-undang
Tak perduli dia dengan orang-orang
Demi perubahan-perubahan itu dibuat
selamanya tidak dapat berubah
Torehan Reformasi
Empat syuhada berangkat pada suatu malam
Gerimis air mata tertahan di keesokan
Telinga kami lekapkan ke tanah kuburan dan simaklah sedu-sedan
Mereka anak muda pengembara tiada sendiri
Mengukir reformasi karena jemu deformasi
Dengarkan saban hari langkah sahabatmu beribu menderu-deru
Kartu mahasiswa telah disimpan dan tas kuliah turun dari bahu
Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonom abad dua puluh satu
Tapi malaikat telah mencatat indeks prestasi kalian di Trisakti bahkan seluruh negeri
Karena kalian berani mengukir alfabet pertama dari gelombang ini dengan darah dan arteri sendiri
Merah putih yang setengah tiang ini
Merunduk di bawh garang matahari
Tak mampu mengibarkan diri karena angin lama bersembunyi
Tapi peluru logam telah kami patahkan dalam doa bersama
Dan kalian bersih pahlawan, bersih dari dendam
Karena jalan masih jauh dan kita perlukan peta dari Tuhan
10
Sebuah Tanda
DENGARKAN
ku bicara padamu…
“lihatlah malam begitu gelap”
lalu di mana bulan?,
kepergian adalah terang yang berganti remang,
tiada warna dan ke mudian gelap…
ketika perlahan ku susun rasa percaya itu
tapi sekejap kau porandakan…
apakah tidak kau lihat malam tanpa bulan itu
sebagai “tanda seru” yang ku letakkan
di sebuah akhir kalimat yang ku pahat di hatimu yang membatu?
Langit dan Bunga
Kulihat langgit yang tak nampak
Menampakkan wajah nya yang tak ceriah
Kusaksikan pergumulan antara malaikat dan ibblis
Mata logika ku menjadi buta
Karena dinggin nya jiwa yang membekukan semua perasaan
Aku berdiri di atas tebing yang rapuh
Dan mencoba meraih bungga yang ada di taman
Ku genggam helaian bungga yang berisi embun
Yang dapat menghilangkan rasa dahaga ku
Namun bungga itu lenyap tertiup angin
Setelah ku berikan rasa kejujuran dan rasa pahit yang membuat nya terluka Kcoba kembali mencari helaian bungga itu
Dan akan kurangkai agar nampak indah
Namun tak ku temui tempat sembunyi nya
Tinggal lah batang yang masih ku genggam
Walau sekali mengeluarkan duri yang sekali mebuat ku terluka
11
Irama
sampai saat ini aku adalah sketsa tanpa bentuk
ketika aku diombang-ambingkan oleh angin lalu pudar menjadi seonggok
sampah..
sampai saat ini aku adalah bangkai yang berjalan ketika aku mati suri yang tak pernah bangkit dan terurai oleh bakteri sampai saat ini aku hidup bagai konser liar tak ber-conductor menyanyikan simpony irama perjalanan yang tak berharmoni..
JENUH
Setengah dua dini hari
dibawah purnama yang belum sempurna
ku duduk sendiri menatap kosong
udara dalam nafas membawa partikel
yang begitu berat menyesakkan dada..
langkah gontai kemana rindu ini harus dititipkan..
apabila sejuta angan-angan menjadi kemudi
diantara jalan-jalan yang sepi dan lengang..
namun aku terjebak dalam perjalanan panjang yang menjenuhkan dan tak
terurai.
P U J A N G G A
Aliran deras sungai kata-kata
menerjang tepi-tepi kehidupan,
menggerus dataran-dataran rezim penguasa,
membawa lumpur delta-delta baru,
bermuara ke hilir kasih sayang dan lautan segala cinta..
Duhai Pujangga “Mengalirlah terus tulisan-tulisan dari hulu lubuk hatimu..
“sketsa-sketsa kehidupan telah banyak engkau bingkai, dalam harmonisasi kata untuk ketimpangan dan segala luka-luka..”
12
KEKANG
ku titipkan benih di rahim waktu…
dalam persetubuhanku dengan luka
yang terus mengucurkan darah…
lalu lahirlah anak-anak sepi
yang terus menyuapkan kesunyian ke lambung hati ini
yang selalu kosong…
aku adalah bayi dalam kedewasaan jiwa
yang semestinya tumbuh…
aku yang terus berlari diantara dinding-dinding autis…
aku adalah kemerdekaan yang tergadai oleh luka…
RAHASIA HATI
Di sore hujan gerimis,
titik-titik air senandungkan irama sentimentil..
Ku coba tuliskan puisi tentang cinta,
ketika ku temukan wajahmu diantara dinding-dinding kegelisahan ini..
Ku yang terus mencoba lari meninggalkan luka di sembab matamu..
namun kau tetap berbisik lembut dan terus menjadi suara hati..
Hujan deras mulai turun
Aku mulai berteduh di kelembutan hatimu yang selalu tersenyum dan membelai..
bagai sang rahim,
melindungi bayi dari curahan dinginnya air kegelisahan..
Hujan yang kemudian mengguyur malam..
Ku terus berlari membawa rahasia cinta ini..
yang kan terus ku simpan di bawah pori-pori..
TERLELAP
Tidurku terganggu oleh lapar
Setengah bangun aku melangkah ke meja makan
Namun disana tak ku temui sepotong roti dan secangkir kopipun..
yang ada hanya tergeletak celana dalam istriku
Aku terkesiap,
Dimana istriku, yah dimana istriku
Lalu aku mencari istriku
Namun aku tak pernah lagi menemuinya
… Sebab aku lama terlelap tidur…
13
BAYANG-BAYANG
ku duduk di serambi malam..
gerimis yang menggulung..
untuk kesekian kali aku dikudeta hati,
lalu menangis..
perjalananku adalah perselingkuhan dengan sepi..
hingga beranak-anak hampa dan sia-sia..
ku ingin pulang dalam pengakuan dan hakikat..
sepenuh jiwa..
ketika hidup adalah pengabdian pada-Mu ya Rabb..
lalu di mana aku selama ini..
aku selama ini ternyata hanya merindukan bayang-bayang..
kehampaan dan fatamorga..
BENDERA
ku lihat sebuah bendera partai
di depan kantor pusat DPP
menjulang lebih tinggi
dari sang saka merah putih,
ketika bukan lagi atas nama bangsa,
sebab atribut-atribut yang berkibar
kini diterpa oleh angin
yang bukan lagi kehendak rakyat,
melainkan kepentingan-kepentingan tak berkesudahaan
untuk selalu memanjakan lambung
dan kerongkongan partai semata..
EMBUN
pagi ini,
murni basah embun tanpa gerimis..
kelopak mawar yang kemudian merekah..
mengharubirukan taman dan kicau-kicau burung..
bunga pagi warna- warni..
anak-anak surya beranjak dari pekatnya mimpi malam..
kini sinar-sinar hangat itu sejenak bersanding
dalam gejolak birahi udara pagi
ketika dua kutilang bercumbu di atas ranting..
selamat pagi dunia..
14
DAFTAR ISI
1. Pahlawan,Perjuangan,Cinta Tanah Air.
1.1 Negeri Yang Tertukar (1)
1.2 Perjuangan Tak Pasti…………………………………………………………………..
1.3 Dibalik Seruan Pahlawan (2)
1.4 Pemuda untuk perubahan…………………………………………………..……..
1.5 Pahlawanku (3)
1.6 Negeri Ini……………………………………………………………………….………….
1.7 Cintaku Pada Negeri Ini (4)
1.8 Mentari Pagi…………………………………………………………………..………….
1.9 Pahla wan (5)
1.10 Diponegoro………………………………………………………………………………...
2. Reformasi
2.1 Setiap Terjaga (6)
2.2 Kutukan Itu……………………………………………………………………...……….
2.3 Seratus Juta (7)
2.4 Sy air Empat kartu Ditangan………………………………………………………..
2.5 Jarak Jua (8)
2.6 Kutahu Kau Kembali Jua Anakku……………………………………………….
2.7 Negara Waktu (9)
2.8 Pendatang………………………………………………………………………………..
2.9 Reformasi (10)
2.10 Torehan Reformasi…………………………………………………………………..
3. Bebas
3.1 Sebuah Tanda (11)
3.2 Langit Dan Bunga…………………………………………………………………….
3.3 Irama (12)
3.4 Jenuh…..………………………………………………………………………………….
3.5 Pujangga............................................................................................. 3.6 Kekang (13)
3.7 Rahasia Hati…………………………………………………………………………….
3.8 Terlelap……………………………………………………………………………………
3.9 Bayang-Bayang (14)
3.10 Bendera…………………………………………………………………………………. 3.11 Embun……………………………………………………………………………………
ANTOLOGI PUISI INDONESIA
Nama: Weny Indriany
Kelas:8c
SMP ST MARIA DELLA STRADA Jl Pademangan I Gg VII No. 18
JAKARTA UTARA